ANDA PENGUNJUNG KE :

Minggu, 03 Desember 2017

ALEK RANG RANTAU

Akhir minggu lalu saya dan istri jadi panitia pernikahan salah seorang kerabat.
Berhubung jumlah keluarganya yang sedikit sang kerabat meminta bantuan kami untuk jadi panitia dari pihak keluarga perempuan.
Sedikit informasi kerabat ini akan berbesan dengan sesama orang Minang yang sudah lama di Batam.
Calon besan dari kerabat ini bekerja di perusahaan Singapura yang ada di sini.
Sedangkan calon menantunya bekerja di Australia dan sedang menyelesaikan S2 di negara kangguru tersebut.
Kata istri calon marapulai mirip orang Filiphina karena kulitnya yang putih  bersih.

Dari kesepakatan semua acara akan full minang.
Bahkan mereka ingin ada acara sambutan berbalas pantun dari kedua mempelai.
Bagi anda orang Minang pasti tahu hal ini.
Kalau di Betawi ini mirip dengan acara “palang pintu”.

Saya agak terkejut dan  merasa senang karena masih ada juga orang yang ingin menggunakan adat seperti itu untuk yang sudah lama di rantau.
Dan sedikit  bocoran hal ini sempat menimbulkan sedikit kepanikan dari pihak mempelai perempuan untuk mencari siapa orangnya.
Maklum karena sudah lama dirantau banyak mamak-mamak yang agak sedikit lupa tentang adat seperti itu.

Dari konsep yang disepakati seluruh panitia yang laki-laki memakai jas dan perempuan berkebaya.
Awalnya sedikit canggung karena ini kali pertama saya berpakaian jas lengkap.
Berhubung saya tidak punya akhirnya jas papa mertua harus di import dari Padang. (terima kasih mama mertua ^_^)
Salah satu yang menarik dari pesta di salah satu hotel di Batam tersebut adalah penampilan tari piring.
Sampai bagian penarinya menari diatas pecahan piring kami semua panitia tanpa sadar meninggalkan tempat yang sudah ditentukan dan mendekat untuk melihat lebih jelas. ^_^
Ada sesuatu yang berbeda melihat kesenian daerah sendiri di perantauan.
Anda yang dirantau pasti pernah mengalaminya.

Oh ya ada hal lucu saat calon anak daro mendengarkan kami berdiskusi tentang acara pernikahan.
Mungkin karena terbawa suasana jadilah kami yang awalnya berbahasa Indonesia tanpa sadar menggunakan bahasa minang dengan gaya masing-masing.
Akhirnya setelah beberapa lama mendengarkan calon “anak daro” menyela dan minta tolong kalau pembicaraan dengan bahasa Indonesia karena dia tidak mengerti.
Hahaha…pantas wajahnya dari tadi flet saja. Ternyata dia bingung menangkap maksud dari pembicaraan kami.
Mungkin karena sudah tidak dibiasakan dari kecil dan sekarang dia juga bekerja di Jakarta jadilah bahasa ibunya sudah tidak paham lagi.

Iyo ndak tu sanak.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar