Akhir minggu lalu saya dan istri jadi panitia
pernikahan salah seorang kerabat.
Berhubung jumlah keluarganya yang sedikit sang
kerabat meminta bantuan kami untuk jadi panitia dari pihak keluarga perempuan.
Sedikit informasi kerabat ini akan berbesan dengan sesama
orang Minang yang sudah lama di Batam.
Calon besan dari kerabat ini bekerja di perusahaan
Singapura yang ada di sini.
Sedangkan calon menantunya bekerja di Australia dan
sedang menyelesaikan S2 di negara kangguru tersebut.
Kata istri calon marapulai mirip orang Filiphina
karena kulitnya yang putih bersih.
Dari kesepakatan semua acara akan full minang.
Bahkan mereka ingin ada acara sambutan berbalas
pantun dari kedua mempelai.
Bagi anda orang Minang pasti tahu hal ini.
Kalau di Betawi ini mirip dengan acara “palang pintu”.
Saya agak terkejut dan merasa senang karena masih ada juga orang yang
ingin menggunakan adat seperti itu untuk yang sudah lama di rantau.
Dan sedikit
bocoran hal ini sempat menimbulkan sedikit kepanikan dari pihak mempelai
perempuan untuk mencari siapa orangnya.
Maklum karena sudah lama dirantau banyak mamak-mamak
yang agak sedikit lupa tentang adat seperti itu.
Dari konsep yang disepakati seluruh panitia yang
laki-laki memakai jas dan perempuan berkebaya.
Awalnya sedikit canggung karena ini kali pertama
saya berpakaian jas lengkap.
Berhubung saya tidak punya akhirnya jas papa mertua
harus di import dari Padang. (terima kasih
mama mertua ^_^)
Salah satu yang menarik dari pesta di salah satu
hotel di Batam tersebut adalah penampilan tari piring.
Sampai bagian penarinya menari diatas pecahan piring
kami semua panitia tanpa sadar meninggalkan tempat yang sudah ditentukan dan
mendekat untuk melihat lebih jelas. ^_^
Ada sesuatu yang berbeda melihat kesenian daerah
sendiri di perantauan.
Anda yang dirantau pasti pernah mengalaminya.
Oh ya ada hal lucu saat calon anak daro mendengarkan
kami berdiskusi tentang acara pernikahan.
Mungkin karena terbawa suasana jadilah kami yang
awalnya berbahasa Indonesia tanpa sadar menggunakan bahasa minang dengan gaya
masing-masing.
Akhirnya setelah beberapa lama mendengarkan calon “anak
daro” menyela dan minta tolong kalau pembicaraan dengan bahasa Indonesia karena
dia tidak mengerti.
Hahaha…pantas wajahnya dari tadi flet saja. Ternyata
dia bingung menangkap maksud dari pembicaraan kami.
Mungkin karena sudah tidak dibiasakan dari kecil dan sekarang dia juga bekerja di Jakarta jadilah bahasa ibunya sudah tidak paham lagi.
Iyo
ndak tu sanak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar