ANDA PENGUNJUNG KE :

Senin, 18 Mei 2015

APAKAH BISA ???



Senin tanggal 18-5-2015 saya bertemu dengan Ketua Muhammadiyah sekaligus Ketua MUI Prof. Dr. H. Din Syamsuddin, MA di sekolah tempat saya kerja. Suatu hal yang langka melihat langsung dan berjabat tangan dengan orang seperti beliau.
          Setelah mendengar “kuliah” singkat dari beliau ternyata apa yang sudah saya alami dan saya lihat di sekeliling saya selama ini tidak ada apa-apa nya. Kenapa saya bicara seperti ini? Karena ternyata sepak terjang beliau dalam kancah dalam dan luar negeri luar biasa.
          Kesibukan beliau yang sangat padat untuk Muhammadiyah sampai tugas beliau sebagai Presiden Organisasi Isam se Dunia sungguh padat. Saya penasaran bagaimana beliau  bisa membagi waktunya dan tetap fit.
          Dari penuturan beliau ternyata banyak waktu untuk keluarga yang beliau korbankan demi kepentingan organisasi dan umat. Saya sangat “iri” melihat orang yang sukses dalam pendidikan dan juga pergaulan dalam serta luar negeri seperti beliau.
          Apakah saya bisa?? Pertanyaan ini langsung muncul begitu melihat orang-orang hebat seperti Buya Din dan Pak Imam Robandi. Keinginan untuk melanjutkan pendidikan begitu menggebu-gebu melihat orang-orang seperti mereka. Lanjut S2, S3 sampai Professor kalau bisa.
          Wahh . . . akan sangat luar biasa jika saya bisa mewujudkan itu semua. Bukan kenapa-kenapa dari daerah saya belum ada dengar ada yang bisa berhasil dengan pendidikan yang tinggi. S3 saja pasti suatu yang waww...
          Kenapa saya punya keinginan seperti itu ? tidak lain memberikan masukkan bagi orang-orang di sekitar saya untuk melihat begitu pentingnya pendidikan. Saya tidak ingin masyarakat Indonesia hanya jadi penonton saja melihat orang dari luar terus mengeruk kekayaan kita. Gak bosan emangnya ?
          Saya yakin banyak “mutiara-mutiara” di Indonesia yang mampu untuk bersinar dalam tingkat dalam negeri atau dunia. Tinggal diberi arahan dan bimbingan.
Wahhh . . . akan sangat luar biasa jika ahli pesawat, ahli mesin, ahli kedokteran, ahli hukum, ahli biologi, ahli fisika, ahli tata negara dan ahli-ahli lain bisa berkumpul dan duduk satu meja demi memeprbaiki kondisi negara yang saat ini begitu “kacau balau”.
          Makanya saat murid-murid saya kelas 12 mau ujian nasioanl dan mengisi jalur undangan masuk perguruan tinggi, saya bersemangat “mempengaruhi” mereka untuk berani mengambil impian untuk kuliah di universitas-universitas terbaik di Indonesia seearti ITB, UI, UGM, IPB dan lainnya.
“Pak, saya tidak boleh melanjutkan pendidikan ke Jawa” terang salah seorang murid.
“Kenapa” tanya saya
“Takut nanti kalau saya kenapa-kenapa di tempat orang. Apalagi tempatnya jauh dari orang tua” jelas murid tersebut.
Saya pun tersenyum.
“Ini yang tidak kalian sadari. Tidak ada orang tua yang keberatan anaknya mendapat pendidikan di tempat terbaik. Faktor tidak boleh tersebut muncul pasti disebabakan oleh hal-hal lain yang berasal dari diri kalian. Contoh sekarang saja sekolah dekat orang tua masih malas-malasan, datang ke sekolah sering terlambat, nilai raport yang tidak bagus dan banyak faktor lainnya.” jelas saya.
          Makanya saya sangat gregetan  jika melihat ada orang atau siswa saya sendiri yang lalai dalam studi. “Santai tapi pasti” sudah sangat melekat dalam diri kita. Ok, maksudnya supaya tidak stres dan merasa terbebani. Namun banyak yang memang kebablasan santainya. Itu membahayakan pendidikan mereka. Bagaimana kalau kita ganti menjadi “serius tapi pasti”.
          Akan bertambah luar biasa jika pendidikan masayarakat Indonesia minimal S1 atau S2. Sehingga kalau mau “mengekspor” TKI lagi bukan sebagai asisten rumah tangga tapi sebagi menejer di perusahaan-perusahaan besar di luar negeri sana. Pasti luar biasaa . . .
          Saya teringat apa yang dibilang oleh Pak Din saat beliau berbincang-bincang dengan orang-orang penting dari negara lain.
“Pak Din, menurut anda negara mana yang akan muncul sebagai macan Asia berikutnya?” tanya salah seorang sahabat beliau.
“Singapura ?” jawab Pak Din.
“Bukan.” jawab teman tersebut
“Malaysia.” lanjut Pak Din
“Bukan.” jawab teman beliau lagi
“Negara yang akan menjadi macan Asia berikutnya adalah INDONESIA” terang rekan beliau
“Kenapa anda berfikir seperti itu” tanya Pak Din
“Saat ini Indonesia banyak mengalami permasalahan yang luar biasa. Saya yakin jika itu semua berhasil dilewati maka Indonesia akan muncul sebagai negara yang kuat dan tahan banting terhadap segala permasalahan yang akan muncul” jelas tekan beliau.
          Luar biasa bukan jika semua itu benar terjadi. Melihat di kota-kota Indonesia sampai pelosok Indonesia pembangunan merata dan tidak lagi ditemui masyarakat yang mengemis di jalan, mengais-ngais sampah, tinggal di bawah jembatan atau lainnya. Semoga saya diberi kesempatan untuk melihat itu semua.

Rabu, 13 Mei 2015

GAEK GOBAT




Saat bulan puasa merupakan masa yang paling berat bagi anak kecil. Mudah letih dan kehausan. Namun ada yang unik dari kebiasaan di tempatku  di bulan puasa. Aku dan teman-teman yang lain memiliki rutinitas yang tidak biasa di mushala di daerah kami. Kami biasanya mengisi waktu di mushala dengan bermain ludo, congklak, gambar dan semua hal lainnya sambil menunggu waktu berbuka.
          Ini adalah kebijakan yang diberikan pengurus mushala supaya kami anak-anak betah untuk berada di dalam rumah ibadah. Kami diinstuksikan untuk tetap tertib di dalam mushala. Namun namanya juga anak-anak ada juga yang berlarian.
          Mushala kami memiliki halaman yang ukurannya bisa digunakan untuk main bulutangkis. Di sebelah kanan mushala ada jalan beraspal yang digunakan untuk menuju kampung sebelah. Di sebelah kiri ada kebun milik warga. Dibelakang ada kebun yang berbatasan dengan sungai mengalir tenang yang merupakan tempat favorit kami mandi-mandi . Dan di seberang sungai terhampar perbukitan yang menghijau.
          Mushala kami memiliki dua orang marbot. Satu bernama Gaek Pakiah (Gaek = Kakek) dan seorang lagi Gaek Gobat. Gaek Pakiah bertugas untuk jadi imam. Sedangkan Gaek Gobat bertugas memukul bedug untuk tanda masuk shalat dan membersihkan mushala.
Beliau berdua setia menjalankan tugas sebagai marbot sejak muda sampai akhir usia mereka. Gaek Pakiah memiliki perwakan kecil dan kurus. Sedangkan Gaek Gobat memiliki tubuh yang lebih berisi, pendek dan agak bungkuk. Gaek Gobat tidak bisa berbicara dengan lancar. Namun beliau menegrti apa yang diucapkan orang lain.
          Hal yang paling menarik bagiku dari Gaek Gobat saat pertama bertemu adalah wajah dan telinganya yang bersih dan mengkilat. Belum pernah aku melihat ada orang yang sudah usia lanjut memiliki rupa yang begitu bercahaya. Biasanya hanya ada kerut di usia segitu. Aku menyadari hal itu saat kelas 4 SD. Waktu itu aku dan keluarga baru pindah dari Palembang.
          Rumahku terletak setengah kilometer dari mushala. Saat azan Shubuh aku sering terbangun. Mendengar suara azan dan ada suatu suara lagi yang sering kudengar dari jalan di depan  rumahku. Suara sendal yang beradu dengan jalan berasapal.
          Suara itu sering kudengar saat Shubuh. Aku penasaran siapa yang sudah beraktifitas sepagi itu. Orang lari pagi
? rasanya tidak mungkin ada yang berlari dengan sendal. Langkah kakinya bukan seperti orang biasa lari pagi.
          Sampai beberapa hari kemudian aku masih mendengar langkah kaki tersebut. Aku belum juga mengetahui langkah kaki siapa. Akhirnya hal tersebut kuceritakan kepada Mama.
“Itu adalah langkah kaki Gaek Gobat ke mesjid Koto Baru” jelas Mama.
Mesjid yang dimaksud oleh Mama adalah mesjid yang berada di kampung sebelah. “Kenapa tidak di mushala Gaek Gobat shalat ma ?” tanyaku.
“Tidak ada yang azan dan jadi imam di mushala. Beliau ingin shalat shubuh berjamaah “ jelas Mama.
          Selang beberapa hari aku baru tahu kalau Gaek Pakiah yang biasa jadi imam di mushala kami sedang sakit. Setelah bertambah usia aku menyadari betapa besarnya pahala shalat shubuh berjamah yaitu lebih baik dari dunia dan isinya. (cari hadistnya).
          Terbayang olehku dengan langkahnya yang lambat Gaek Gobat setiap pagi berjalan sekitar 1 km untuk shalat Shubuh berjamaah.
          Hal lain yang kuingat tentang Gaek Gobat adalah pada saat kami mengaji di mushala. Kebetulan Ayahku adalah guru mengaji di mushala. Setiap habis Magrib kami mengaji sampai menejelang Isya. Setelah shalat Isya berjamaah baru kami pulang.
          Suatu hari aku dan seluruh murid mengaji melakukan gotong royong membersihkan mushala dan sekitarnya. Saat itu di mushala sudah ada garin baru pengganti Gaek Pakiah yang sudah meninggal dunia. Garin baru ini masih sekolah di pesantren di daerahku.
          Namanya anak-anak saat goto royongpun  banyak main-mainnya. Mungkin  karena terbawa suana garin baru tersebut sedikit “menjahili” Gaek Goabat untuk membuat kami tertawa. Namun Ayahku melihat hal tersebut. Ayah sangat marah. Kami semua terdiam dan takut melihat Ayahku. Ayah bilang kami harus menghormati yang lebih tua dan “kurang” dari kita.
          Saat bulan ramadhan Gaek Gobat biasa mengingatkan masyarakat sekitar melalui pengeras suara mushala.
“Sahurrr...hurr...hurr...mo nikk...mo nikk... (sahurrr...sahurr...lima menit lagi ...lima menit lagi) ” seruan khas dari Gaek Gobat. Ini berlangsung tiap 5 menit.
Saat pertama kali mendengarnya aku tersenyum.  Awalnya aku tidak paham apa yang dibilang oleh Gaek Gobat tersebut. Namun itu adalah cara Gaek Gobat membantu kami masyarakat untuk dapat sahur.
Untuk memberi tanda Magrib sudah masuk Gaek Gobat biasa memukul bedug di mushala tersebut. Iya, bedug benda silinder besar yang berlobang atas bawah. Salah satu bagian yang berlobang tersebut ditutupi dengan kulit sapi atau kerbau yang sudah dikeringkan.Bedug tersebut juga biasa dimasuki oleh aku dan teman-temanku saat main di mushala.
          Ditengah keterbatasan fisiknya Gaek Gobat selalu menjalankan tugasnya dengan sebaik mungkin. Setahuku tidak pernah Gaek Gobat tidak melewatkan tugasnya kecuai sakit.
          Saat pulang liburan di rumah salah satu hal yang aku tunggu adalah bunyi pukulan bedug penanda Magrib datang tersebut. Suara khas Gaek Gobat membangunkanku saat sahur. Serta melihat wajahnya yang mengkilat bersih karena air wudhu. Namun semua itu sudah tidak mungkin lagi karna beliau sudah meninggal dunia karena sakit saat aku sedang kuliah semester 5. Aku berdo’a semoga diusia senja nanti aku juga memiliki wajah yang juga sama bersih dan mengkilat seperti beliau.